Oleh : Ummu Zakiah, S.St, M.Keb (Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana pada Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / BKKBN Provinsi NTT. Juga Pengajar pada Prodi Kebidanan Universitas Citra Bangsa Kupang)
KABAKIA.COM — Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya mewujudkan penduduk tumbuh seimbang telah menetapkan kebijakan pengendalian kuantitas penduduk seperti yang termaktub dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan lingkungan hidup yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan serta kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya.
Pemerintah kemudian menetapkan kebijakan Keluarga Berencana melalui penyelenggaraan program Keluarga Berencana yang mana dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami isteri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi tentang jumlah ideal anak dan jarak ideal kelahiran.
Kebijakan keluarga berencana memiliki sejumlah tujuan salah satunya adalah meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana. Berdasarkan data Pemutakhiran PK Tahun 2024 menunjukkan bahwa kesertaan pria dalam ber-KB di Indonesia masih rendah yaitu 2,1% dan berdasarkan data SIGA 2024 kesertaan pria dalam ber-KB sejumlah 3,73%.
Sedangkan berdasarkan data BPS tahun 2023, perempuan mengambil peran sejumlah 55,49% dalam menggunakan kontrasepsi. Data ini menunjukkan bahwa peran serta pria dalam ber-KB masih sangat rendah dibandingkan perempuan.
Alat kontrsepsi dianggap identik dengan perempuan. Penggunaan alat kontrasepsi masih dianggap hanya menjadi tugas dan kewajiban perempuan. Jika dibandingkan dengan metode kontrasepsi yang tersedia untuk perempuan, metode kontrasepsi pria sangat terbatas variannya yaitu kondom dan vasektomi.
Namun dengan keterbatasan varian ini minat pria untuk menggunakan kontrasepsi masih sangat rendah yang dilihat dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan presentase pria yang menggunakan kondom hanya sebesar 2,5% sedangkan kesertaan pria dalam vasektomi hanya sebesar 0.1% (PK tahun 2024).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan KB pria diantaranya adanya pandangan bahwa KB adalah urusan wanita. Konsep ini didukung oleh faktor sosial budaya dimana dominasi atau kepemimpinan pria/hegemoni menjadi faktor yang penentu pada pengambilan keputusan pasangan usia subur dalam menggunakan kontrasepsi (Sari & Hadi, 2023).
Sementara itu permasalahan yang berkaitan dengan kejantanan/maskulinitas menjadi salah satu faktor subtil penyebab rendahnya angka akseptor kontrasepsi laki-laki terutama kontrasepsi vasektomi.
Kenyatan bahwa tidak mudah masyarakat menerima agar pria berpartisipasi aktif dalam program KB karena berbagai alasan. Hambatan budaya masih dominan terhadap kontrasepsi pria, khususnya kontrasepsi mantap. Hasil penelitian Maharani dkk pada tahun 2023 membuktikan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara budaya yang mendukung dengan pemilihan kontrasepsi vasektomi.
Permasalahan sosial budaya dan konsep patriarki dan maskulinitas dalam pengambilan keputusan penggunaan kontrasepsi pria diperburuk dengan adaanya keterbatasan akses informasi dan fasilitas pelayanan KB pria.
Seseorang dapat menentukan pilihan menggunakan alat kontrasepsi pada dasarnya melalui beberapa proses diantaranya dengan dasar pengetahuan tentang KB pria yang baik.
Pengetahuan yang berkaitan dengan alat kontrasepsi pria terutama keuntungan/manfaat,dan kerugian atau efek samping yang selanjutnya akan menyadari pentingnya menggunakan alat kontrasepsi pria tersebut, kemudian mempertimbangkan apakah akan menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi pria.
Penelitian membuktikan responden yang memiliki pengetahuan baik tentang vasektomi lebih besar kemungkinannya untuk menggunakan KB vasektomi (Maharani,2023). Namun pada kenyataannya tingkat pengetahuan pria yang mengetahui secara lengkap tentang alat kontrasepsi wanita dan pria hanya 6,2%.
Berdasarkan hal tersebut upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang KB pria perlu dilakukan secara masif dan berkelanjutan dengan menyasar calon dan pasangan suami isteri terutama suami. Penting juga menempatkan para tokoh masyarakat dan agama sebagai tokoh sentral dalam upaya-upaya meningkatan kesertaan KB pria.
Vasektomi Sebagai Pilihan Kontrasepsi Mantap Pria
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN dalam mewujudkan visi Presiden Prabowo yaitu “Bersama Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045”, melalui perannya untuk menjalankan Asta Cita ke-4 yaitu memperkuat Pembangunan sumber daya manusia (SDM) sains, teknologi, Pendidikan,kesehatan, prestasi olah raga dan kesetaraan gender.
Salah satu permasalahan dalam menjalankan Asta Cita ke-4 adalah tingginya angka stunting di Indonesia sebesar 21,5% (SKI 2023) dan berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 prevalensi stunting di Indonesia sebanyak 19,8%. . Penggarapan program KB, khususnya KB Pria, menjadi upaya mendukung penurunan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka stunting serta penguatan kesetaraan gender dalam KB dan Kespro.
Program KB pria khusus mentode modern tidak memiliki banyak pilihan seperti KB pada Wanita, pilihannya hanya dua yaitu kondom dan vasektomi. Dari kedua pilihan ini tingkat keefektifan dalam mencegah kehamilan cukup berbeda, dimana kondom pria memiliki angka keefektifan yang tinggi sedangkan vasektomi memiliki kefektifan yang sangat tinggi dalam mencegah kehamilan.
Vasektomi adalah metode kontrasepsi KB pria berupa tindakan pengingkatan dan pemutusan kedua saluran sperma sebelah kanan dan kiri sehingga pada waktu senggama cairan mani yang keluar tidak mengandung sperma dan tidak terjadi pembuahan (BKKBN, 2019).
Vasektomi merupakan Prosedur bedah sukarela yang memiliki risiko rendah untuk menghentikan kesuburan secara permanen pada pria yang tidak ingin anak lagi dengan memotong dan mengikat setiap vas deferens tanpa menggunakan pisau bedah dengan tujuan memutuskan aliran sperma dari testis sehingga terjadi azoospermia (Kemenkes, BKKBN, 2021).
Adapun cara kerjanya adalah dengan mengikat dan memotong setiap saluran vas deferens sehingga sperma tidak bercampur dengan semen. Semen dikeluarkan tetapi tidak dapat menyebabkan kehamilan. Dalam konsep ini semen adalah cairan yang dikeluarkan pria saat ejakulasi, yang mengandung sel sperma (spermatozoa) dan cairan seminal.
Berdasarkan definsi ini jelas bahwa pria yang sudah menjalani vasektomi tetap dapat ejakulasi, tetapi air mani yang keluar tidak akan mengandung sperma sehingga tidak menyebabkan kehamilan.
Tentu timbul pertanyaan lalu kemana sperma yang sudah diproduksi oleh testis. Setelah menjalani vasektomi, sperma tetap diproduksi di testis seperti biasa, tetapi sperma tidak dapat keluar melalui ejakulasi namun sperma akan mati dan diserap kembali oleh tubuh.
Keuntungan dari vasektomi adalah aman dan nyaman, sangat efektif, bersifat permanen dalam mencegah kehamilan, tidak ada perubahan fungsi seksual.
Disebut aman dan nyaman karena dengan metode tanpa pisau bedah prosedur vasektomi akan berlangsung singkat bahkan bisa dalam hitungan menit dan hanya menggunakan pembiusan lokal di daerah vas deferens sehingga tidak merasakan nyeri selama menjalani prosedur. Setelah menjalani vasektomi bisa langsung pulang, jadi tidak perlu rawat inap.
Apakah semua pria bisa menjadi akseptor vasektomi? Semua laki-laki dapat menjalani vasektomi secara aman tentu dengan konseling dan informed consent yang tepat dengan memperimbangkan syarat – syarat yaitu: sudah memiliki jumlah anak minimal 2 orang,mempunyai istri usia produktif,anak terkecil berusia 5 tahun, mendapat persetujuan isteri dan usia pria minimal 35 tahun.
Keterbatasan vasektomi adalah tidak lansung/segera efektif mencegah kehamilan, sehingga WHO menyarankan penggunaan kontrasepsi tambahan selama 3 bulan pasca tindakan vasektomi atau kurang lebih 20 kali ejakulasi. Hal ini penting dan wajib diperhatikan untuk mencegah terjadinya kegagalan.
Setelah menjalani vasektomi sperma bisa masih ada dalam air mani selama beberapa minggu hingga bulan. Vasektomi tidak membuat sperma langsung menghilang dari air mani, sperma masih bisa tertinggal dan tetap aktif selama beberapa minggu atau bulan setelah prosedur dan tentunya masih bisa membuahi dan menyebabkan kehamilan.
Hal yang paling penting dalam keputusan menjalani vasektomi adalah laki-laki mengambil tanggung jawab untuk kontrasepsi, mengambil alih beban perempuan, karena kontrasepsi bukan hanya tanggung jawab perempuan , pria bisa berperan.
Pada beberapa kasus dimana istri memiliki kondisi khusus yang menyebabkan tidak bisa menggunakan salah satu metode kontrasepsi maka pria bisa mengambil alih peran sebagai akseptor aktif KB. Pria Ber-KB itu Luar Biasa.
(*)